Saturday, December 1, 2007

Pernah perhatikan bedanya loneliness dan solitude? Dua hal yang sangat berbeda tipis. Ibarat membedakan peach dan nectarine. Untuk kedua buah itu bisa dilihat di website ini, karena tidak akan saya bahas lebih lanjut. Yang jelas, pertanyaan semacam ini bisa dengan mudah ditemukan melalui search engine di internet. Contohnya, Google menyediakan 11.600.00 webpage mengenai loneliness, dan 18.600.000 untuk solitude. Aneh. Nampak yang kedua lebih populer, padahal awalnya saya mengira loneliness itu lebih umum.

Nggak
perlu saya cari terjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia lah ya. Karena toh saya yakin pasti tidak akan tersedia. Yang membuat saya tertarik justru perbedaan makna diantara keduanya. Didorong oleh rasa penasaran, lagi-lagi si search engine tercinta membawa saya ke suatu halaman. Kali ini halaman kepunyaan seorang psikolog. Katanya begini:

"Loneliness is marked by a sense of isolation. Solitude, on the other hand, is a state of being alone without being lonely and can lead to self-awareness."

Self-awareness. Alone. But without being lonely. Wah. Dahsyat. Tapi sangat masuk akal. Berada dalam kesendirian, mau tidak mau, membawa kita ke state of self-awareness yang lebih tinggi. Memberikan kita kesempatan untuk berpikir. Berpikir yang didasarkan pada diri sendiri. Berpikir apa saja. Mengenai hidup, masa depan, atau masa lalu. Kalau boleh juga mengenai masalah percintaan.

Saya pun begitu, kehidupan di Hamburg membawa saya ke satu titik dimana saya mulai berpikir untuk hal-hal yang lebih luas. Dulu di Bandung, mana sempat. Makanya
posting saya di bulan November kosong melompong layaknya padang di Afrika. Karena memang bulan itu sebagian besar saya habiskan di tanah air. Tidak pernah ada kesempatan untuk menyendiri. Tidak pernah ada kesempatan untuk merenung. Tidak pernah ada kesempatan untuk duduk sendirian di depan laptop, ditemani oleh secangkir kopi, dan mulai untuk menulis. Alasannya sederhana sekali. Karena di Bandung saya merasa nyaman. The comfort zone.

Namun mungkin kita semua harus diberikan sedikit ketidaknyamanan. Hanya untuk merasakan bagian kecil dari
bitterness dalam hidup. Seperti sekarang ini, saya sudah kembali. Di kota Hamburg yang dingin, baik cuaca maupun orang-orang di dalamnya. Kembali pada rutinitas yang itu-itu saja. Dengan sedikit sekali hiburan, apalagi teman-teman. Pahit. Membuat saya tidak nyaman. Uncomfort zone, kalau memang ada istilah itu.

Tapi zona tidak nyaman ini bukan berarti saya harus menderita. Disinilah terasa bedanya
loneliness dan solitude. Karena disini saya bukan menangisi nasib. Bukan juga bersedih karena tidak berada di tempat yang saya sukai. Disini saya belajar, untuk bisa lebih memahami diri sendiri. Untuk menjadi lebih peka. Untuk memiliki self awareness yang lebih tinggi.

Hamburg adalah tempat dimana saya merasa sendiri. Namun tanpa harus merasa kesepian
. Kalau dalam bahasa yang lebih keren: This is the real place of my solitude.