Thursday, October 25, 2007

4:51 AM

Disini saya terdiam di depan laptop. Tertunduk beralaskan kasur, dengan selimut tebal menghangatkan kaki. Segelas wine putih. Dan sebatang rokok. Menunggu fajar datang menyingsing, untuk kembali mengurangi jatah hari saya. Kemudian saya mulai berpikir akan esok hari. Sambil bertanya dalam hati, kemana ia akan membawa saya?

Terbangun sejenak saya dari lamunan, ketika sebuah tangan datang memeluk. Si cantik sedang tertidur lelap di samping. Bernafas pelan dengan teratur. Membiarkan kantuk membawanya perlahan ke alam mimpi.

Hmmm..

Esok hari. Masa depan.
Mimpi. Cita-cita.

Ya, masa depan dan cita-cita. Hal yang selama bertahun-tahun ini saya siapkan agar mereka berdua dapat bertemu di satu titik. Benar-benar bertemu. Ibarat dua garis yang membentuk satu titik pada perpotongannya. Pararel saja tidak cukup, tidak peduli berapa dekat keduanya. Saya butuh titik potong.

Sampai saat ini, nampaknya saya sudah berada pada garis yang benar. Berharap akan bertemu dengan garis yang lainnya. Semoga. Tapi entah mengapa, esok hari masih saja tampak kabur. Seolah kapan saja semua bisa berubah. Seolah sangat sulit digapai. Hingga seringkali saya mentok dengan pertanyaan, what if I fail? Selalu menjadi bahan pikiran. Akankah kedua garis ini bertemu?

Mungkin memang saya seharusnya menganut prinsip 'let it flow'. Biarkan semua berjalan apa adanya. Tanpa target. Tanpa mimpi dan cita-cita. Let the destiny guide me. Terlihat jauh lebih mudah. Sehingga tidak perlu menjadi beban.

Tapi saya adalah orang yang tidak percaya pada nasib, atau bakat. Saya orang yang percaya pada determinasi dan kerja keras. Sedikit keberuntungan, mungkin. Namun jelas, bukan nasib. Saya yakin, kerja keras akan membawa seseorang ke sesuatu tempat yang layak. Tidak peduli apapun output-nya.

Atau apakah benarkah begitu? Jangan-jangan masa depan ini ternyata sudah ditentukan. Dikategorikan sebagai dua kelompok besar. Beruntung. Tidak beruntung. Memang belum bisa saya buktikan. Tapi apalah salahnya untuk punya sedikit keyakinan. Bahwa hard work suatu saat akan berbuahkan hasil.

Dan sambil menghisap batang rokok terakhir, saya pun memutuskan untuk tidak akan terganggu dengan what if I fail. Karena mungkin bukan itu intinya. Mungkin sebenarnya, proses dalam meraih mimpilah yang justru menjadi penting.


5:26 AM

Masih saya tertunduk di kasur. Dengan dua puntung rokok yang tinggal menyisakan abu dan sedikit asap. Saya habiskan tegukan terakhir wine murah ini, seraya menarik selimut sampai ke ujung badan.

Setelah ini, saya akan memberi kecupan kecil di kening pacar saya yang sampai sekarang masih tertidur lelap di samping. Berusaha mengucapkan selamat tidur tanpa harus membangunkannya. Kemudian saya akan menutup mata. Kali ini membiarkan kantuk yang membawa saya ke alam mimpi.

Dan saya akan terus bermimpi. Kalau bisa tanpa pernah ada batas. Karena buat saya mimpi itu penting. Demi motivasi. Demi determinasi. Makanya orang sering bilang. Dreams are the ones that keep a man alive.