Wednesday, October 31, 2007

Dari seluruh penduduk Hamburg, mungkin hanya saya yang paling sering berpergian ke Amsterdam. Sudah hampir satu tahun lho saya bolak balik Hamburg-Amsterdam, waktu yang cukup lama untuk mengetahui seluk beluk perjalanan 7 jam ini. Ini terbukti berguna, setiap ada teman saya yang ingin berpergian ke Belanda, saya selalu menjadi orang pertama yang mereka tanyakan. Mungkin saya sudah dianggap sebagai ahli yang sudah setaraf dengan agen perjalanan di Hamburg, karena saya sarat akan pengalaman. Pertanyaannya sendiri sih selalu sama, 'Transportasi apa yang paling murah untuk mencapai Amsterdam?'. Dan jawaban saya pun pasti selalu sama, 'Gunakanlah selalu bus Eurolines'.

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Jangankan mahal atau murah, saking seringnya saya ke Amsterdam menggunakan Eurolines, saya juga bisa menjawab jika orang bertanya dimana tempat pemberhentian yang menyediakan kopi murah dan enak. Dan dimana tempat yang menyediakan cappuccino yang terasa seperti air keran. Atau dimana restoran yang pelayannya sangat ramah. Mana yang galak. Saya pun bisa menjawab jika ditanya kapan kita sebaiknya tidur. Dan kapan sebaiknya tidak, karena sewaktu-waktu bisa ada petugas perbatasan masuk ke dalam bus untuk menanyakan paspor. Saya pun bisa menjawab dengan persis, dari titik A sampai ke kota B membutuhkan waktu berapa lama, misalnya. Malah, kalau ingin lebih ekstrim, saya bisa tahu persis kapan si supir bus salah mengambil jalan, sambil berkata dalam hati bahwa kita semua akan segera kesasar.

Tapi bukan hanya pengetahuan tentang cappuccino hambar yang saya dapatkan dalam perjalanan Hamburg-Amsterdam. Saya juga sempat merasakan menunggu bus selama 4 jam di tengah-tengah cuaca sedingin es. Atau menyaksikan bapak-bapak berlari sambil memegang celana dan melambaikan tangan di belakang bus, karena dia ditinggal ketika sedang buang air. Saya juga sempat melihat seseorang dibawa dan dimasukan paksa ke dalam mobil patroli polisi perbatasan, karena yang bersangkutan tidak membawa paspor (meski saya berpendapat bahwa dia sebenarnya adalah buronan polisi). Dan saya pun pernah terbangun dengan dua kaki besar sedang nangkring persis di depan hidung saya. Si empunya kaki sedang asyik tertidur terlentang di samping saya. Sedangkan si kaki diletakan dimana kenyamanannya bisa didapatkan secara optimal. Di hidung saya. Ampun dah.

Namun, hal yang paling menarik buat saya adalah bagaimana seluruh penumpang di dalam bus adalah orang asing bagi satu sama lain. Semua memiliki latar belakang yang berbeda. Lucu sekali kalau tiba-tiba disapa oleh orang yang benar-benar tidak kita kenal. Kadang-kadang memang tidak nyambung, mungkin juga karena kita tidak merasa nyaman dengan orang tersebut. Contohnya, saya malas kalau harus memulai percakapan dengan orang ngasih kakinya ke muka saya. Tapi kadang-kadang memang banyak yang bisa dibicarakan. Dan kita punya 7 jam untuk saling mengenal.

Terakhir perjalanan saya menuju Amsterdam, saya berbicara panjang lebar dengan seseorang yang bercita-cita menjadi sutradara. Dia mengoceh sana sini tentang bagaimana dia sangat kagum dengan film Hollywood. Dia juga bercerita tentang bagaimana rencana dia membuat film independennya sendiri. Dan seketika itu juga saya merasa sangat mengenal orang ini. Setidaknya bagi saya dia bukan lagi salah satu wajah tanpa nama. Setelah 7 jam, saya melihat dia sebagai orang ambisius yang cinta dengan seni perfilman. Dan saya juga tahu, bahwa wajah ini mempunyai nama. Andreas, 27 tahun.

Terkadang saya melihat bus ini sebagai media. Ajang interaksi untuk saling mengenal satu sama lain. Dalam perjalanan saya ke Hamburg dua hari lalu, saya menyaksikan sendiri. Seorang wanita bertanya sopan kepada salah satu lelaki di dalam bis yang duduk persis di depan saya. Katanya, 'Is this place free?'. Dan dijawab dengan anggukan. Mereka pun duduk bersebelahan dan mulai saling bicara. Tujuh jam kemudian, mereka turun dari bis bersama-sama. Melewati rintikan hujan di Hamburg sambil berpegangan tangan, sesekali berpelukan. Mereka saling mengenal satu sama lain. Dari total stranger menjadi lovers, mengapa tidak? Yang dibutuhkan hanyalah media, dan interaksi.

Mungkin juga tulisan ini bisa menjadi salah satu media. Bisa menjadi perantara komunikasi. Mungkin dari tulisan yang saya post di blog ini, ada yang bisa mengenal saya. Atau yah, setidaknya mendapatkan informasi mengenai Eurolines. Bagaimanapun, ini adalah bentuk interaksi. Mungkin ada yang penasaran dengan harga tiket ke Amsterdam, atau ingin tahu bagaimana caranya mendapatkan diskon 25%? Silakan bertanya. Dan siapa tahu, dari orang yang benar-benar asing, kita bisa menjadi teman baik. Kirim e-mail deh ya?