Wednesday, October 10, 2007

Pernah nonton acara kuis berjudulkan kalimat di atas? Tadi malam saya iseng menyaksikan untuk yang pertama kalinya. Lucu juga. Konsepnya adalah dengan menantang si kontestan dengan pertanyaan-pertanyaan sekolah dasar, mulai dari 1st grade sampai 5th grade. Lawannya adalah anak berumur 10 tahun. Terdengar mudah. Namun ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Coba saja lihat disini.

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Tapi memang kalau dipikir-pikir, materi sekolah anak SD memang terbilang sulit. Butuh memory yang hebat lho untuk bisa menghafal seluruh letak kota di hamparan Pulau Sumatra. Dan juga tidak gampang untuk mengingat seluruh menteri (beserta tugasnya) pada Kabinet Pembangunan IV jaman Pak Harto. Kagum. Kalau seandainya sekarang saya harus menghafal susunan lapisan awan di angkasa, saya pasti kesulitan. Tapi waktu kelas 5, saya yakin saya bisa.

Ketika masih menonton, saya berpikir. Kalau saja pertanyaannya mengenai hitung-hitungan, saya pasti bisa jawab. Karena kalau berhitung, sampai sekarang masih saya lakukan. Lantas keluarlah pertanyaan hitungan. Saya tersenyum penuh percaya diri. Pertanyaannya begini: How many teaspoons there are in 5 tablespoons? Mampus, saya tidak tahu jawabannya. Senyum saya hilang seketika. Ini mengingatkan saya pada dua hari yang lalu, dimana saya mau masak dan menanyakan resep pada ibu saya di rumah. Katanya, 'Siapin aja daging cincang 2 ons'. Saya lantas bingung, 2 ons itu berapa banyak? Ibu saya pun tertawa, katanya sarjana teknik mesin tapi kok tidak tahu bilangan ons. Biar saja, toh memang saya tidak pernah menghitung kekuatan struktur daging cincang.

Memang penting ya memori itu? Rasanya, kebanyakan orang sukses tidak mengandalkan pada memori. Agus Misyadi, satu-satunya orang yang mampu memenangkan 500 juta rupiah di acara Who Wants to be a Millionare versi Indonesia, adalah seorang loper koran di kawasan Cibubur. Kaya mendadak, iya. Sukses, belum tentu. Memang, memiliki memori tajam tidak menjamin kesuksesan. Lalu, buat apa sekolah susah-susah? Buat apa menghafal seluruh nama menteri? Toh nanti juga diganti. Toh nanti juga lupa lagi.

Ayah saya pernah bilang, kalau sekolah itu adalah untuk melatih pola pikir. Melatih logika dan kemampuan analitik. Membentuk karakter. Kuliah juga begitu, katanya semua jurusan tidak ada bedanya. Karena intinya sama, melatih kita untuk berpikir. Melatih otak kita untuk memetakan solusi ketika suatu masalah datang. Itu bedanya orang sukses dengan orang tidak sukses. Pengalaman.

Benar juga, di kantor rasanya saya tidak pernah menggunakan rumus yang pernah saya pelajari di bangku S1. Tapi saya tahu bagaimana caranya menyampaikan pendapat di depan orang banyak. Atau bagaimana mencari solusi terbaik pada pekerjaan saya. Itu semua kebanyakan saya dapatkan dari sekolah. Karena sekolah itu bukan hanya sekedar menghafal. Sekolah itu adalah interaksi, salah satu faktor terpenting dalam hidup.

Dan kalau misalnya saya membutuhkan sesuatu yang tidak bisa saya ingat, selalu ada internet. Selalu ada Wikipedia. Dan
selalu ada Google Search Engine. Jadi, jika Anda masuk ke situs google.com dan memasukkan 'two ounces in grams', Anda akan segera tahu bahwa 2 ons itu kurang lebih sama dengan 560 gram.